Di hadapan Ayahanda, Gatot yang selalu bicara tegas, kelihatan tak berkutik. Harus rela warawiri Yogyakarta-Magelang. Usai pembukaan acara Mukernas, langsung meninggalkan Hotel Sheraton Yogyakarta, menuju rumah mungil di Perumnas Kalinogoro Kecamatan Metroyudan Kabupaten Magelang. Bertemu orangtuanya, DJ Tjokro Wardojo (85), membawanya berobat ke rumah sakit di Magelang, lalu mengantarkan kembali ke rumah, kemudian balik lagi ke Sheraton Hotel untuk mengikuti Mukernas.
Esoknya, Sabtu (26/2) sebelum Mukernas ditutup, Gatot kembali lagi ke rumah. Namun kali ini tidak sendiri, tapi dengan beberapa teman dari Medan. Termasuk jurnalis. Duh! Sebagian jurnalis malah terkejut melihat kesederhanaan rumah dari orang tua Wakil Gubernur Sumut ini.
Rumah bercat kuning tersebut dibangun di atas tanah berukuran sekitar 8x10 meter, dengan jenis bangunan yang terlihat tidak terlalu berubah dari bangunan standar asli. Sekat kamar di dalam rumah pun masih menggunakan triplek. Pentilasi rumah ditata apik dengan Koran. Namun tetap resik di bagian dalam maupun luar rumah.
“Biasalah ini, sakit orang tua. Kadang ya batuk, kadang ya nafasnya ini lho, sesak. Tapi sekarang sudah mendingan, sudah dibawa ke rumah sakit sama Mas mu (Gatot-red)” ucap orangtua Wagubsu, Tjokro Wardoyo saat disapa tetamu yang menanyakan kondisi kesehatannya.
Di usianya tersebut, Tjokro mengaku memang membutuhkan banyak istirahat. Karena rutin disambangi berbagai penyakit. Termasuk batuk dan sesak nafas. Namun ia tetap berkeyakinan, penyakitnya tersebut tidak perlu merepotkan banyak pihak. Termasuk kelima putra putrinya.
Khusus Gatot, menurut orangtuanya, sejak menjadi Wakil Gubernur Sumut, malah jarang menemuinya di rumah, karena kesibukan di Medan. Berbeda ketika dulu masih menjadi Ketua Umum PKS Sumut. Setiap kali ada rapat di Jakarta, selalu menyempatkan diri mampir membezuknya di Magelang.
“Sekarang Mas Gatot sudah sibuk jadi pejabat. Saya selalu pesan, boleh tetap jadi pejabat, tapi jangan cari kaya. Ojo ngoyo. Hidup Prasojo (apa adanya-red),” ucap Tjokro Wardojo dengan bahasa Jawa yang kental.
Dia menambahkan, sejauh ini tak merasa khawatir terhadap jabatan politis yang diemban anak keduanya di Sumatera Utara. Karena sejak kecil telah biasa ditanamkan untuk hidup tanpa banyak tuntutan dan tidak neko-neko. Tidak hanya kepada Gatot, tetapi juga pada 4 putra-putrinya yang lain. Mulai dari Martini (52), Indro Gunawan (46), Edy Sularso (44) dan Zulaikha (40).
Pensiunan ABRI berpangkat Pelda tersebut juga berkeyakinan, seluruh putra putrinya masih manut dengan pola hidup yang ditanamkan: sederhana dan apa adanya. Untuk putri sulungnya, hidup apa adanya sebagai istri pegawai PLN di Salatiga, demikian juga dengan Indro Gunawan, menghidupi keluarga dengan status sebagai Pegai PLN di Yogyakarta, Edy Sularso sebagai Pegawai Swasta di Magelang dan Zulaikha sebagai Guru TK Pertiwi di Magelang. “Nggak boleh banyak nuntut. Cukup apa adanya. Makanya saya juga awet, karena dari dulu, sudah biasa apa adanya,” tutur Tjokro.
Cerita berlanjut hingga makan siang. Seluruh tamu dijamu dengan lotek (sayuran mirip pecal) makanan khas masyarakat Magelang, ditambah teh manis dan pisang rebus. Sejak ditinggal pergi sang istri, pada 17 Junli 2002 silam, Ayahanda Wagubsu ditemani para cucu dari anak keempatnya, Edy Sularso.
Usai berbagi cerita dengan orang tua, Wagubsu kembali ke arena Mukernas, kemudian bersiap bertolak ke Jakarta, untuk mengikuti rapat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di awal pekan. Lotek, kesederahanaan dan aneka petuah Jawa, menjadi kesan rombongan saat mampir ke rumah mungil di salah satu kecamatan di Magelang tersebut. ***
http://pkssumut.or.id/~k2343763/index.php/berita/38-mampir-ke-rumah-orang-tua

Tidak ada komentar:
Posting Komentar